Menaratoday.com - Malang :
Tindak Pindana Korupsi yang menyeret Syamsul Arifin, mantan Kepala Bidang (Kabid) Parkir Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang dalam penyelewengan dana sistem bagi hasil 70 persen dan 30 persen sejak 2015 - 2017 sebesar Rp 21 miliar nampaknya ada yang janggal.
Kejanggalan itu dapat dilihat pada proses persidangan Senin (18/02/2019) yang lalu, dimana dalam kasus ini terkesan seperti ada permainan di dalam pengadilan yang menyudutkan dan saksi dari pihak penggugat juga tidak bicara sesuai BAP.
"Kasus ini terkesan banyak dipaksakan untuk dugaan kasus korupsi, karena tidak adanya tersangka baru selama proses penyelidikan, saya yakin Syamsul Arifin hanya menjadi korban konspirasi pihak tertentu," ujar Joko Priyono
Pasalnya uang yang dituduhkan dikorupsi sebesar 21 miliar tersebut adalah selisih karcis dari sistem bagi hasil parkir. Bermula dari rapat kordinator parkir dan Handy (Kadin tahun 2015) di terminal Arjosari dengan staf Dishub membuat kesepakatan 70 30, untuk jukir 70 persen dan untuk Dishub 30 persen setelah itu disepakati kedua belah pihak kemudian dilanjutkan oleh Kusnadi (Kepala Dishub) dan diketahui oleh Pemkot (Pemerintah Kota) Malang.
Mantan Walikota Malang (M. Anton) pernah menyampaikan di salah satu surat kabar (online) bahwa, “Saya anggap kesepakatan 70 30 merupakan inovasi dinas terkait dan saya menghargainya dengan beberapa pertimbangan, apabila target yang diberikan terpenuhi maka sistem bagi hasil dilaksanakan, namun bila target yang diberikan tidak terpenuhi maka bagi hasil tidak perlu diterapkan,” ujarnya.
“Sistem bagi hasil tersebut yakni sistem pembayaran sesuai karcis yang terpakai dengan presentasi pembagian 30 persen untuk dishub dan 70 persen untuk pengelola parkir (jukir),” tambahnya.(Yasin)