MenaraToday.com - Asahan :
Issu 'people power dalam menjatuhkan kekuasaan' kembali mencuat pasca Pemilu serentak 2019. Isu yang di kemukakan oleh tokoh Reformasi Amin Rais didorong karena diduga adanya kecurangan pada hasil Pilpres.
Dalam hakikat berdemokrasi, sebenarnya kita tak perlu alergi menanggapi (people power) yang terkemas dikalangan masyarakat, bukan berarti juga untuk menjatuhkan kekuasaan, bisa juga dalam rangka membela kepentingan hak- hak amanah rakyat, contoh dalam Pemilu.
Menanggapi wacana yang semakin hari semakin menggema tersebut, Aktivis pergerakan Asahan yang juga Ketua Generasi Muda Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (GM PEKAT-IB) Sumut, Khairul Anhar Harahap SH mengungkapkan, kekuatan rakyat (people power) merupakan hal lumrah dalam berdemokrasi.
“Menurut saya dari perspektif demokrasi, kekuatan rakyat itu sebutan untuk masyarakat sipil. Bagaimana masyarakat sipil melakukan langkah atas tujuan bersamanya untuk dalam mengawal jalannya demokrasi disuatu negara,”kata Khairul
Selanjutnya, esensi dari gerakan masyarakat sipil untuk mendukung dan merawat demokrasi agar berjalan sehat dan beradab. Mengapa, gerakan kekuatan rakyat sendiri harus dimaknai sebagai refleksi penting dari gerakan masyarakat itu sendiri dalam bingkai demokrasi.
“Masyarakat sipil memiliki peran ikut mengawal jalannya Demokrasi, agar agenda Pemilu lebih sukses, berkualitas, berintegritas, jurdil, damai dan dewasa. Jadi, kekuatan rakyat merupakan refleksi dari peran penting masyarakat sipil, people power pernah terjadi di Era Reformasi 1998,”ujar Khairul disela-sela kegiatan safari Ramadhan GM Pekat-IB di Kec.Teluk Dalam Kab.Asahan, Minggu (19/5).
Karena itu, ungkap Khairul, kehadiran kekuatan rakyat menjadi pertimbangan logis dari diterapkannya demokrasi partisipatoris. Rakyat akan bergerak dengan sendirinya menuntut keadilan apabila disewenangkan oleh penerima mandat. Itu ciri negara Demokrasi
“Konsekwensi logis dari demokrasi partisipatoris adalah karena pemilunya rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, maka jika kompilasi Pemilu itu disimpangkan, pilpres disimpangkan, yang terjadi maka kebangkitan masyarakat demi kepentingan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tidak boleh disimpangkan secara massif atas nama politis agar satu paslon menang. Apalagi kalau ada fakta-fakta hukum kesewenangan salah satu paslon,"
Pemilu serentak yang telah di selenggarakan 17 April 2019 beberapa waktu lalu, dalam prosesnya pencoblosan, penghitungan dan pengumumannya yang akan segera diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) 22 Mei 2019, masyarakat haruslah tetang tenang, memberikan kepercayaan kepada institusi penyelenggara pemilu.
"Masyarakat berikan kepercayaan kepada KPU, Bawaslu dan Penegak Hukum,
KPU dipilih oleh DPR, proses Pemilu 2019 sudah selesai, silahkan gugat jika ada kecuragan fatal dan terorganisir ke Bawaslu maupun Mahkamah Konstitusi, tunggu prosesnya, tidak relevan memaksakan kehendak dengan berusaha menjatuhkan pemerintahan sekarang yang juga telah dipilih rakyat, mengacaukan situasi negeri. Jika gerakan people powernya dengan cara beraspirasi dimuka umum sesuai dengan amanat UU Nomor 9 Tahun 1998, itu masih dijalur koridornya. Namun jika mengarah ke gerakan makar maka siap siap akan berhadapan juga dengan Hukum perundang-undangan yang berlaku di NKRI".
"Wacana People Power yang digaungkan Amin Rais, hemat saya belum berlaku di momentum Pemilu 2019 ini, namun lebih mengarah terhadap kepentingan politis satu Paslon yang diduga memaksaan opini maupun keputusan sendiri, ini jelas tak mewakili suara nurani sebagian besar masyarakat Indonesia, tegas Khairul kepada asahansatu.co.id
GM Pekat-IB Sumut juga mengajak seluruh komponen dan masyarakat untuk bersatu dalam satu kesatuan, mengambil peran penting dalam kedamaian, menghindari provokasi serta menolak Hoax. Karena perpecahan hanya akan merusak tatanan Demokrasi Bangsa Indonesia, menyebabkan masyarakat tercerai berai.
"Bersama mari saling mawas diri, bertoleransi dan tetap bersatu dalam bingkai Kebhinekaan Indonesia, kepada aparat penegak hukum tolong lindungi dan jaga keutuhan masyarakat" ungkap Khairul.
Ketika ditanya awak media, apakah risiko terjadinya kekacauan mengarah ke makar pada 22 Mei saat KPU mengumumkan hasil pemilihan presiden (pilpres) itu tetap ada ???
Alumni Fakultas Hukum Universitas Asahan ini berujar "Meyakini bahwa Negara pasti telah melakukan analisis resiko ancaman, kerentanan, asset dan tingkat risiko dan mitigasinya menjelang pengumuman pemilu, saya percaya TNI/Polri" tutupnya.(AS2)