MenaraToday.Com - Malang :
Fenomenalnya hajat Pilkades serentak yang diikuti 269 desa se-Kabupaten Malang, menuai beragam komentar dari para pengamat dan ahli di bidang sosial politik.
Salah satu yang menarik adalah adanya analisis dari pengamat sosial kemasyarakatan, bahwa selayaknya mengikuti Pilkades janganlah seperti mengkonsumsi pil koplo.
Yaitu hanya merasakan nikmat sesaat (karena menerima money politik), namun ternyata menuai akibat negatif dalam jangka panjang yaitu selama lima tahun kepemimpinan kandidat yang dipilihnya.
Setidaknya begitulah analisis dan komentar yang diungkapkan oleh Dr. H. Sakban Rosidi, M.Si , Peneliti Kebijakan Publik, Direktur Sekolah Pascasarjana, IKIP Budi Utomo Kota Malang.
Prof Sakban menamai fenomena tersebut sebagai Jebakan Rasionalitas Pil koplo.
Dikatakannya, perilaku korupsi politik, dalam bentuk politik uang, politik nepotisme, dan politik patronase, secara antropologis dan sosiologis memiliki akar kuat dan jejak sangat panjang dalam Pilkades.
Ongkos politik menjadi kepala desa yang memiliki masa jabatan pendek, ternyata sangat besar dan sudah tak sebanding dengan penghasilan rutin dan akumulasi pendapatan Kepala Desa.
Paradigma dan perilaku kerja kepala desa, belum bergerak dari konsep "lurah tempo doeloe" menuju konsep "Kades era reformasi".
Etika dan norma administrasi publik, belum dihayati dan diindahkan oleh kebanyakan kepala desa.
Cukup banyak Kades di Kabupaten Malang, yang terjerat kasus korupsi, terutama karena gagal memenuhi prinsip-prinsip administrasi publik.
Pilkades serentak, memang mengurangi peran menentukan para "botoh Pilkades", tetapi belum mampu mengubah perilaku politik para calon, dan perilaku memilih warga desa.
Titi mongso (momentum) menjelang Pilkades serentak, harus dimanfaatkan untuk pendidikan dan penyadaran politik secara masif bagi warga negara.
"Rasionalitas Pilkades harus dicegah agar tak menjadi Rasionalitas Pilkoplo. Nikmat sesaat, merugi dunia akhirat," tegas Sakban.
* Matang Berdemokrasi
Sementara itu, komentar lebih positif terlontar dari Hasan Abadi Rektor Unira (Universitas Raden Rahmat Kepanjen).
Hasan Abadi menilai gelaran pilkades serentak di kabupaten Malang, ternyata menunjukkan matangnya penduduk desa dalam berdemokrasi.
Hal ini karena hampir tidak terdengar black campaign dalan gelaran tersebut, apalagi berita-berita hoax.
Masyarakat desa terbukti lebih dewasa dalam menyikapi kegiatan pemilihan kepala desa.
Pilkades benar-benar menjadi ajang pesta demokrasi yang sesungguhnya.
Pada TPS yang dibuat pada satu tempat, malah terlihat kohesivitas sosial yang tinggi, masyarakat desa tetap mau antri meski sambil berdesak-desakan.
Ia berharap para elite politik dan elite organisasi ditingkat lebih atas bisa meniru kearifan lokal dalam gelaran pilkades ini.
Yaitu betapa indahnya bila kemudian hal-hal yang baik ini bisa ditiru dalam gelaran pemilihan dintingkat yang lebih atas.
"Kita berharap kepala desa yang terpilih, bisa menyerap aspirasi masyarakat dengan baik, sehingga penggunaan dana desa lebih tepat sasaran," tandas Hasan Abadi mengakhiri. (yasin)