MenaraToday.Com - Cianjur :
Dampak kemarau yang berkepanjangan, komoditas sayuran di wilayah Cipanas - Cianjur Jawa Barat, 'mahal'.
Hal tersebut, tidak menutup kemungkinan dikarenakan mahalnya biaya produksi. Yang dimana saat ini, mengalami suhu udara yang panas serta ketersediaan air kurang, sehingga menurunkan kualitas komoditas sayuran tersebut.
Ditemui di lapak tengkulaknya, di wilayah Cipanas, Senin (15/7/2019). Cep Busyrol mengatakan, terhitung sejak musim kemarau, sejumlah sayuran memang mengalami kenaikan harga. Seperti cabe merah, yang semula hanya Rp. 10 ribu, kini merangkak menjadi Rp. 30 ribu perkilogram. Untuk wortel, yang semula hanya Rp. 2000, sekarang jadi Rp. 7000 perkilogram.
"Itu baru harga di petani ke tengkulak. Belum nanti harga di pasar tradisional. Biasanya dua kali lipat dari harga di petani," kata dia.
Menurutnya, tingginya harga jual memang keinginan para petani. Karena pendapatan yang mereka dapat, sebanding dengan harga bibit dan pupuk serta operasional setiap harinya.
"Sebetulnya tidak berdampak baik juga buat petani, karena kalau dihitung-hitung, antara pendapatan dan pengeluaran (biaya produksi). Kalau dihitung-hitung sama saja," ujarnya.
Menyikapi hal tersebut, Cep Busyrol mengharapkan, pemerintah melalui dinas terkait. Agar membantu menanggulangi harga bibit, pupuk dan obat-obatan untuk sayuran. Oleh karena, program yang dicanangkan pemerintah pusat, seperti 'Kartu Tani', belum bisa dipergunakan bahkan belum semua petani kebagian.
"Jika dibandingkan dengan biaya operasional, para petani masih mengeluh. Bahkan kebanyakan petani di Cipanas, sekarang lebih memilih menjadi kuli bangunan atau kerja yang lain, daripada memilih jadi petani," pungkasnya.
Ditemui terpisah, seorang pedagang sayuran di Pasar Cipanas, Hadi (40) mengatakan, harga sayuran beberapa Minggu terakhir ini, memang sedang naik. Kebanyakan yang menjadi mahal, dikarenakan faktor kurangnya kesediaan komoditi tersebut di beberapa agen atau tengkulak.
"Mungkin karena kurangnya pasokan air di lahan petani, jadi untuk komoditi cabe-cabean jadi tak diproduksi," kata dia.
Saat ini, Hadi menjual cabe-cabean cukup tinggi, semula hanya Rp. 18.000,- perkilogram, sekarang bisa mencapai Rp. 55.000,- bahkan Rp. 60.000,- perkilogram. Belum lagi harga cabe rawit hijau dari harga Rp. 20.000,- perkilogram kini Hadi bisa menjual Rp. 60.000,- perkilogram.
"Untuk kenaikannya memang tidak secara langsung, tetapi bertahap. Mulanya naik Rp. 10.000,- sampai Rp. 15.000,- setiap Minggunya," ungkapnya.
Hadi juga menuturkan, bahwa kenaikan harga yang terjadi saat ini, cukup berdampak kepada daya beli masyarakat. Terlebih, kepada para pembeli seperti tukang bakso, rumah makan, tukang seblak, dan para pedagang lain yang jelas-jelas menggunakan bahan baku cabe.
"Pedagang yang setiap hari menggunakan cabe-cabean, pasti mengeluh. Apalagi untuk pedagang rumah makan, yang otomatis menyediaan sambel secara gratis," ujarnya.
Hadi berharap, pemerintah melalui dinas terkait, bisa lebih memperhatikan harga jual dengan turun langsung kelapangan. Disisi lain petaninya untung, sementara pembeli yang dirugika.
"Cabe memang sangat dibutuhkan dalam masakan, tapi kalau situasinya kaya sekarang begini, kan kasian juga," pungkasnya. (SN).