Menhan Berencana Terapkan Program Bela Negara di Papua



MenaraToday.Com - Jakarta


Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu berencana menerapkan program Bela Negara kepada masyarakat Papua. Hal itu untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

”Kerusuhan di Papua tersebut bukan merupakan kerusuhan biasa, tetapi ada tiga kelompok yang merancang dan menggerakkan, yaitu kelompok pemberontak bersenjata, kelompok pemberontak politik dan kelompok pemberontak klandestin/kelompok rahasia,” ujar Ryamizard saat bertemu dengan Kepala Suku Tertinggi Wilayah Babrongko, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura, Papua, Ramses Wally.

Menurut Ryamizard, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyampaikan sikap pemerintah secara tegas dan jelas agar Papua tetap damai dan aman. Papua merupakan bagian integral NKRI yang tidak terpisahkan sampai kapanpun. Untuk itu, yang perlu dilakukan adalah bagaimana melakukan suatu program-program preventif atau pencegahan agar peristiwa yang sama tidak terulang kembali di kemudian hari. 

”Program Bela Negara ini adalah salah satu perwujudan dari konsep Revolusi Mental yang dicanangkan Presiden. Dan sangat relevan serta sangat dibutuhkan untuk menjawab berbagai permasalahan bangsa sekaligus menangkal merosotnya jiwa cinta Tanah Air dan beda mindset dalam memandang kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujarnya dalam keterangannya kepada media, Senin (9/9/2019).

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) menambahkan, kerusuhan Papua adalah contoh bagaimana mindset sebagian besar masyarakat Papua yang beda tentang NKRI. 

”Kita bisa saksikan bagaimana OPM dan ISIS berserta organisasi afliasi sayapnya terus melaksanakan cyber war yang tidak bisa dianggap remeh dan sebelah mata. Harus ada gerakan anti cyber war karena secara tidak langsung ideologi Papua merdeka dan ideologi negara khilafah sangat serius mengancam keutuhan NKRI,” tegasnya.

Kepala Suku Tertinggi Wilayah Babrongko, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura, Papua Ramses Wally mengatakan, Merah Putih belum tertanam di sebagaian besar hati dan jiwa masyarakat dan generasi muda Papua. 

Hal ini disebabkan beberapa faktor di antaranya, kesalahpahaman tentang sejarah bergabungnya Papua dalam NKRI, adanya iming-iming Papua bisa merdeka. Selain itu, trauma masalah HAM dimasa lalu serta belum maksimalnya pembangunan kesejahteraan orang Papua asli. 

”Masih sering terjadi tindakan rasisme ataupun diskriminasi dan marjinalisasi terhadap orang asli Papua dan banyaknya berita-berita hoax di media sosial yang menimbulkan rasa permusuhan dengan NKRI,” katanya.

Termasuk kegagalan implementasi UU Otsus No 21 Tahun 2001 yang disebabkan oleh 19 Perdasus/Perdasi yang dibuat Pemerintah Provinsi Papua tidak didukung dengan Peraturan Pemerintah (PP) melainkan hanya dua PP yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.

”Jadi, kerusuhan yang juga dikuti oleh berbagai tindakan yang anarkis yang terjadi di Papua itu, adalah akumulasi dari berbagai faktor penyebab yang mungkin selama ini belum tersentuh dengan baik penanganannya oleh pemerintah pusat,” ujarnya.(efrizal/tim)
Lebih baru Lebih lama