MenaraToday.Com - Asahan :
Meskipun telah berlangsung setengah abad berlalu, Kek Nariman, Nojokromo dan Sadiman terus berupaya merebut kembali tanah, lahan dan rumahnya di Desa Aek Korsik, Kecamatan Aek Ledong, Asahan, Sumatera Utara yang diduga telah di serobot oleh PT. Socfindo Aek Loba.
"Meskipun telah berlalu selama setengah abad, namun kami tetap mencari keadilan di Negeri ini. Sebab kami merupakan korban dari perampasan tanah dan lahan yang dilakukan oleh pihak PT. Socfindo" ujar Kisrun yang mewakili masyarakat yang tanahnya diduga dirampas oleh perusahaan raksasa ini.
Kisrun menambahkan peristiwa perampasan ini berawal pada tahun 1950 an dimana masyarakat telah bertempat tinggal, menanam pohon karet, kelapa, durian dan tanaman keras lainnya.
"Deaa Aek Korsik Kecamatan Pulau Rakyat telah dimekarkan menjadi Aek Kuasan dan sekarang menjadi Aek Ledong. Pada tahun 1960 an, PT. Socfindo membuka atau mengelola perkebunan di sekitar Desa Aek Korsik. Memang PT. Socfindo telah mengantongi Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dari Departemen Dalam Negeri pada tahun 1969 dan berakhir tahun 2011 dengan luas 1.97 HA. Pada tahun 1970 an, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah melakukan pengukuran tanah warga Deaa Aek Korsik untuk diberikan alas hak tanahnya secara bertahap terhadap tanah masyarakat yang telah diukur. Kemudian Gubernur Sumatera Utara mengeluarkan SK Land Reform pada tahun 1971 dan tahun 1972, dengan nomor masing-masing SK.78/HR/LR/1971, SK.118/HR/LR/1971, SK.10/HR/LR/1972, SK.42/HR/LR/1972, SK.78/HR/LR/1971 dengan luas 47,2505HA yang terdapat70 Persil, SK.118/HR/LR/1971 dengan luas 131,6024 HA yang terdapat 124 Persil, SK.10/HR/LR/1972 dengan luas 87,9308HA yang terdapat 73Persil dan SK.42/HR/LR/1972 dengan luas 48,6570 HA yang terdapat 61Persil dan dengan Jumlah keseluruhan luas tanah masyarakat di dalam Surat Keputusan Gubernur adalah 315,4407HA, Sementara yang 74,5593 HA tanah masyarakat yang masih proses pengukuran ditahap berikutnya di tahun 1972 (Belum Terbit SK Gubernur.)" Jelasnya.
Ia menabahkan Pada tahun 1972 terjadi konflik masyarkat Desa Aek Korsik dengan PT. Socfindo. Konflik tersebut dikarenakan PT. Socfindo memperluas dan merambah tanah dilahan pertanian masyarakat. Kemudian konflik tersebut meluas sampai terjadinya perampasan dan penggusuran rumah warga dan rumah ibadah (Musholla) yang dirampas dan di gusur oleh PT. Socfindo. Bukan itu saja masyarakat juga mendapatkan intimidasi dan ancaman dengan dituduh sebagai anggota PKI.
"Jadi luas tanah masyarakat yang digusur dan dirampas oleh PT. Socfindo lebih kurang 390 HA yang terdiri dari areal pertanian, rumah masyarakat dan rumah ibadah serta terdapat juga areal perkuburan warga. Sementara tanah warga yang belum sempat digusur, dirampas oleh PT. Socfindo. Pada tahun 1973 hal ini telah di adukan ke DPRD Kabupaten Asahan. Kemudian DPRD Asahan mengeluarkan rekomendasi kepasa Perkebunan PT. Socfindo agar menghentikan aktivitas perampasan dan penggusuran di tanah masyarakat. Dengan rekomendasi tersebut, masyarakat terus melakukan perjuangan agar tanah yang dirampas oleh PT. Socfindo Aek Loba dapat dikembalikan. Kemudian pada tahun 1998 penggantian sertifikat yang pertama berakhir pada tahun 2023 dengan luas 2.364,91 HA. di dalam penggantian sertifikat yang pertama itulah terdapat tanah masyarakat Desa Aek Korsik yang dirampas dan digusur secara paksa tanpa ada ganti rugi olehPT. Socfindo. Terdapat areal perkuburan warga yang ditkmbun dan djhilangkan oleh PT. Socfindo pada tahun 2005" paparnya.
Kisrun juga menambahkan pada tanggal 17 September 2003, Kantor Wilayah BPN Sumatera Utara telah melakukan peninjauan di lokasi tanah yang di rampas oleh PT. Socfindo Aek Loba. Dalan peninjauan tersebut dilakukan verifikasi lapangan terhadap SK nomor, SK.10/HR/LR/1972 ,SK. 42/HR/LR/1972,SK. 78/HR/LR/1971, SK.118/HR/LR/1971
"Pada tanggal 19 Januari 2010, masyarakat menggugat PT. Socfindo ke PTUN Medan yang dimenangkan masyarakat. Kemudian pada tanggal 24 Mei 2010 masyarakat kembali menang. Pada tanggal 23 Februari 2011 Kasasi Tunda MA juga memenangkan masyarakat dan pada tanggal 22 Agustus 2011. PTUN Medan mengeluarkan Surat Keterangan Inkracht. Kemudian pada tanggal 31 Oktober 2011, PTUN Medan mengeluarkan Surat Pengiriman Salinan Penetapan Eksekusi. Notulen Rapat Kerja Dengar Pendapat (RKDP) Komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara bahwasanya PT. Socfindo meminta agar semua pihak menunggu hasil keputusan di tingkat Kasasi dan pihak PT. Socfindo membayar ganti rugi. Pada tanggal 31 Agustus 2012 PT. Socfindo Aek Loba melakukan upaya PK (Peninjauan Kembali) dan menyebutkan keputusan tersebut NO" jelas Kasirun.
Hingga saat ini masyarakat masih melakukan proses gugatan perdata ke PT Socfindo. Dan masyarakat berharap Presiden RI melalui Kepala Staf kepresidanan agar dapat memediasi dan memfasilitasi hal sebenarnya sesuai dengan kronologi.