MenaraToday.Com - Jakarta :
Forum Pers Independent Indonesia (FPII) mempertegas kelembagaannya berada dalam naungan Dewan Pers Independen (DPI) Republik Indonesia.
Penegasan ini disampaikan langsung Sekretaris Nasional FPII Irfan Denny Pontoh, S.Sos melalui release resmi Presidium FPII Sabtu (27/8/2022).
"FPII adalah Konstituen Dewan Pers Independen (DPI), karenanya seluruh jajaran pengurus dan anggota, termasuk seluruh wartawan jaringan media FPII dalam menjalankan profesinya harus tunduk dan taat pada Kode Etik Wartawan Independen," tegas Irfan.
Kode Etik Wartawan Independen, kata Irfan, telah ditetapkan melalui Peraturan Dewan Pers Nomor : 002/KEWI/DPI-RI/VIII/2022 yang terdiri atas 8 (delapan) norma atau etik yang harus dijaga dan dijalankan oleh seluruh wartawan jaringan media FPII, dan wartawan lainnya yang telah mengikuti SKW DPI.
Selain itu, Sekretaris Nasional FPII juga menginstruksikan kepada seluruh jajaran pengurus dan anggota FPII untuk mengikuri Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) yang akan dilaksanakan oleh Dewan Pers Independen (DPi) mulai bulan September 2022 mendatang.
"Jajaran FPII Wajib ikuti SKW yang dilaksanakan DPI, justru kita hindari atau jangan ikuti UKW yang metodenya harus ikut ujian seperti anak sekolahan," katanya.
Mengapa SKW DPI itu wajib diikuti ? Irfan Denny Pontoh menjawab, ada beberapa perbedaan dan keunggulan SKW yang akan dilaksanakan oleh DPI, diantaranya :
Pertama, Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) yang dilaksanakan oleh DPI akan mengandeng Asosiasi Advokat DPP Peradan, Tokoh Pers Independen, Akademisi Jurnalistik, Asesor Jurnalis.
Kedua, Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) akan dilakukan dengan pola penilaian kompetensi berbasis diskusi, sharing ide, gagasan, berbagi pengalaman tanpa melalui ujian tulis seperti anak sekolahan.
Ketiga, Materi Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) akan lebih fokus melahirkan/membentuk katakter dan kepribadian wartawan muda, madya, utama yang independen, profesional dan berintegritas.
Irfan Denny Pontoh juga menegaskan, FPII lahir, tumbuh dan berkembang atas adanya keprihatinan terhadap kondisi kemerdekaan dan kedaulatan pers indonesia, karenanya terkait sengketa pers yang diperhadapkan kepada wartawan dan jaringan media FPII, penanganannya menjadi kewenangan DPI.
"Jadi siapapun, atau pihak manapun yang merasa dirugikan dengan pemberitaan jaringan media FPII atau sebaliknya jika ada yang menghambat, menghalang-halangi kerja wartawan, ngadunya ke Dewan Pers Independen (DPI), kalo ngadu ke tempat lain yaa salah alamat," tukas Irfan, seraya mengingatkan jajarannya dalam menjalankan profesi tetap mempedomani UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Wartawan Independen. (Ngatimin)