MenaraToday.Com - Labura :
Oknum Guru PPPK berinisial M yang bertugas di Sekolah Dasar Negeri (SDN) wilayah Kecamatan Marbau Kabupatej Labuhanbatu Utara di Laporkan oleh Orang Tua Siswa berinisial D ke Polres Labuhanbatu Rantau Perapat atas Dugaan Tindak Kekerasan Terhadap Anak dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) No : STTLP/B/1115/VIII/2024/SPKT/POLRES LABUHANBATU/POLDA SUMATERA UTARA. (29/08/2024)
Dalam STPL tersebut dijelaskan bahwa Orang Tua Korban telah melaporkan dugaan Tindak Pidana Kejahatan Perlindungan Anak Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2016 Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang terjadi didalam Ruang Kelas.
Berdasarkan D Laporan tersebut dibuat bukan semata-mata karena emosi sesaat, menurut D sebelumnya sudah diupayakan mediasi sebanyak 2 (Dua) kali tapi tidak menemui kesepakatan, dugaan D pihak sekolah sengaja mengulur-ulur waktu agar bekas luka memar anak saya hilang agar kami tidak bisa melapor. (29/08/2024)
"Sudah dua kali mediasi tapi gak ada titik temunya, saya duga mereka sengaja mengulur-ulur waktu supaya bekas luka memar anak saya hilang, tapi Alhamdulillah saat divisum masih nampak bekas lukanya bahkan dokternya kaget bahkan sedikit geram mendengar kejadian tersebut". Terang D
Lebih lanjut D menjelaskan Mediasi pertama terjadi disekolah pada hari Senin 26/08, dari mediasi tersebut dinilai buntu karna tidak ada titik temu dari mediasi tersebut.
"Hari senin mediasi pertama di Sekolah, dihadiri Kepala Desa, Kepala Sekolah, Ketua Komite, Pelaku, Dewan Guru, saya, Uak Korban dan rekan media, dan dalam mediasi tersebut tidak ada titik temunya". Jelasnya
Mediasi kedua terjadi hari Rabu 28/08 di Kantor Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Labura kami diundang untuk mediasi, tetap tidak ada titik temu antara kedua belah pihak, menurut D pada mediasi tersebut ia merasa kecewa kepada salah satu komisioner KPAD Labura.
"Mediasi Kedua di hari Rabu, itupun tidak ada titik temu, dan saya merasa kecewa dengan salah satu Komisioner KPAD Labura disaat keluarga saya bicara ia memotong nya dengan mengatakan mengapa tak dipindahkan anaknya, jadi seolah-olah anak saya yang salah sehingga harus dipindahkan". Papar D kepada media
D menambahkan bahwa pada mediasi tersebut ia merasa terpojok karena kalah jumlah dikarenakan banyaknya yang hadir dari pihak pelaku. Dalam mediasi di KPAD turut hadir dari PGRI, Dinas Pendidikan, Korwil Marbau, K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekola), Kades, Kepala Sekolah, Pelaku dan Suami Pelaku.
"Merasa terpojok saya dimediasi itu, yang banyakan hadir yang dampingi pelaku, Hampir rata-rata ASN semua, lucu saja jika seorang ASN tidak mengetahui atau tidak mengindahkan UU yang ada. Ya kalau mereka merasa keberatan dengan tindakan yang saya ambil terkait masalah ini gugat saja yang membuat UU Perlindungan Anak".
Perasaan kesal D timbul disaat pelaku menempatkan dirinya seolah-olah dialah sebagai korban, sehingga membuat D kesal dan melanjutkan masalah ini kejalur Hukum.
"Pelaku seolah-olah menjadi korban, katanya dia gak tenang, kondisinya lemas karna belum ada makan, ada yang neror dia, kami gak ada neror dia apa lagi mengancam, ya kalau merasa terancam laporkan saja, saya juga pengen tau siapa oknum yang mengambil kesempatan atau menjebak saya dalam kejadian ini". Tegas D
Dikonfirmasi Ipda Muliadi Ka. SPKT Polres Labuhanbatu terkait pendapat dan tanggapannya atas STPL tersebut, Ipda Mulyadi akan menanyakan hal tersebut kepada juper nya. (30/08/2024)
"Ok abangku besok saya tanyakan ke juper nya". Balas Ipda Muliadi melalui WhatsApp pribadinya. (30/08/2024)
Saat tim konfirmasi Gustina sebagai Kepala Sekolah Negeri dimaksud melalui pesan WhatsApp, namun hingga berita ini sampai ke Redaksi diduga Kepsek enggan berkomentar.
Berita sebelumnya, berjudul "Guru PPPK Labura Perintahkan Anak Didik Lakukan Kekerasan Terhadap Temannya".
Dalam berita menjelaskan bahwa Siswa Kelas VI SDN di Wilayah Kec. Marbau mengalami kekerasan fisik yang dilakukan teman sekelasnya atas perintah dari M Guru Kelas berstatus PPPK yang bertugas sebagai Guru Kelas VI pada sekolah tersebut.
Cubitan dari teman-temannya itu adalah berupa hukuman dikarenakan Korban inisial A tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) sehingga pada badan korban terbanyak bekas memar imbas dari cubitan tersebut.
Inisial D Orang Tua Korban merasa tidak terima atas tindakan Guru Kelas VI yang memerintahkan seluruh Murid yang selesai mengerjakan tugas untuk mencubit anak nya dengan keras, dan D merasa kecewa kepada Guru Kelas, yang mana mengancam Murid-muridnya untuk mencubit anak saya dengan kuat dan jika tidak mereka yang di cubit gurunya, sehingga D merasa tidak terima dan akan membawa kejadian ini ke jalur Hukum. (26/08/2024)
Menurut D setelah hari kamis, 22/08 sebelum kejadian tersebut diketahui D dihari Jumat dan Sabtu A tidak mau sekolah namun D memaksa anaknya untuk sekolah, dan pada hari sabtu 24/08 disore hari pada saat A hendak mandi barulah D tau bahwa A tidak mau sekolah dikarenakan ia takut untuk sekolah karena ia telah dicubit oleh seluruh temannya atas perintah Guru Kelasnya.
Berdasarkan M Guru Kelas VI menjelaskan saat mediasi bahwa mereka punya aturan dikelas dan disepakati oleh anak-anak juga, barang siapa yang tidak mengerjakan PR berulang kali dicubit sama kawan-kawannya yang mengerjakan
Ditempat berbeda AF salah satu teman sekelas A yang juga ikut mencubit mengaku terpaksa mencubitnya dengan kuat kalau tidak dia yang akan dicubit M, dan menurutnya mereka tidak pernah buat kesepakan itu, tapi M pernah memberitahukan kepada mereka kalau PR gak selesai dicubit oleh yang selesai mengerjakan PR.
Menurut Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Pada BAB XIA mengenai larangan.
Selanjutnya Pasal 76C berbunyi "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Berikutnya Pada Pasal 80 ayat (1) menjelaskan "Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)".(Ngatimin/tim)