Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dan Peraturan Hukumnya

Medina Juniarti Simatupang, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara. (Foto Istimewa).

Oleh : MEDINA JUNIARTI SIMATUPANG

MAHASISWA MAGISTER ILMU HUKUM

HUKUM EKONOMI 2023

FAKULTAS HUKUM 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pencucian uang adalah tindakan memutar uang dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan sumber dana. Pelaku memahami betul bahwa sumber dana tersebut berasal dari tindak kejahatan. itu sebabnya dia sengaja menempatkan uang ke tempat-tempat yang legal atau sah, sehingga tidak begitu kentara dan untuk mengelabui petugas.

Money Laundering diterjemahkan dengan “Pencucian Uang” ( UU No 15 Tahun 2002), UU No 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UUTPPU). Selanjutnya UUTPPU dicabut dan diganti dengan UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Praktek Money Laundering yang demikian harus dilarang disebabkan meningkatnya Praktik money laundering dapat merugikan masyarakat dan negara. Dengan perkataan lain Praktek money laundering dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional.

Proses pencucian uang :

Placement adalah Penempatan hasil kejahatan kedalam system keuangan

Berikut contoh tindakan pencucian uang di tahap penempatan:

Menempatkan dana pada bank, kadang-kadang kegiatan ini diikuti dengan pengajuan kredit atau pembiayaan.

Menyetorkan uang pada Penyedia Jasa Keuangan (PJK) sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail.

Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah dari suatu negara ke negara lain.

Membiayai suatu usaha yang seolah olah sah atau terkait dengan usaha yang sah berupa kredit atau pembiayaan.

Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan atau hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui PJK.

Layering adalah Memindahkan atau mengubah bentuk dana melalui transaksi keuangan yang kompleks dalam rangka mempersulit pelacakan ( audit trail) asal usul dana. Setelah uang hasil pidana masuk dalam sistem keuangan, pelaku akan memisahkan uangnya agar menjauh dari sumber dana. Ia juga akan mengirimkan uang tersebut melalui "electronic funds/wire transfer" kepada sejumlah bank yang ada di negara lain.

Integration adalah Mengembalikan dana yang telah tampak sah kepada pemiliknya sehingga dapat digunakan dengan aman. Pelaku akan menggunakan uang pidana yang tampak sah dan legal tersebut untuk berbagai kepentingan. Misalnya dengan diinvestasikan dalam bentuk pembelian real estate, aset-aset mewah dan lainnya. Dalam melakukan money laundering, pelaku tidak akan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Tujuannya untuk menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul uang tersebut hingga akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara aman.

Dampak Pencucian Uang :

Persfektif Bisnis

Rusaknya reputasi, terlibat masalah hukum, mengganggu operasional, dan likuiditas bisnis.

Persfektif Ekonomi

Meningkatkan instabilitas system keuangan, distorsi ekonomi, menyulitkan otoritas moneter mengendalikan jumlah uang beredar.

Persfektif Sosial

Menciptakan dan memperparah ketidakadilan social.

Persfektif Internasional

TPPU merupakan persoalan dan perhatian dunia.

Transaksi Keuangan Mencurigakan yaitu transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari Pengguna Jasa Bersangkutan. Transaksi keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang- Undang ini. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana (Pasal 1 angka 5 UU No 8 Tahun 2010).

Hasil Tindak Pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana :

Korupsi

Penyuapan

Narkotika

Prikotropika

Penyeludupan tenaga kerja

Penyeludupan Imigran

Di Bidang Perbankan

Di Bidang Pasar Modal

Di Bidang Perasuransian

Kepabeanan

Cukai

Perdagangan Orang

Perdagangan Senjata Gelap

Terorisme

Penculikan

Pencurian

Penggelapan

Penipuan

Pemalsuan Uang

Perjudian

Prostitusi

Dibidang Perpajakan

DIbidang Kehutanan

Dibidang Lingkungan Hidup

Dibidang Kelautan dan Perikanan

Pengaturan anti Money Laundering di Indonesia berkaitan dengan Keputusan FATF yang merupakan satgas dari Organization For Economic Cooperation dan Development (OECD) tanggal 22 Juni 2001 , Dimana dalam Keputusan tersebut Indonesia dimasukkan sebagai salah satu negara diantara 15 negara yang dianggap tidak kooperatif ( non cooperative countries and territories) untuk memberantas Praktik Money Laundering.

Pada awalnya untuk pengaturan anti money laundering di Indonesia sejalan pula dengan ketentuan ketentuan dari lahir Basle Committee On Banking Regulations dan Supervisory Practices yang lahir pada tahun 1998, yang terdiri dari perwakilan- perwakilan Bank Central dan Badan Badan Pengawas Negara Negara Industri. Dalam ketentuan- ketentuan itu bank harus mengambil langkah-langkah yang masuk akal menetapkan identitas nasabahnya, yang kemudian dikenal dengan “ Know Your -Customer Rule”.

Kerjasama Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Kerjasama nasional yang dilakukan PPATK dengan pihak terkait dituangkan dengan atau tanpa bentuk Kerjasama formal. Pihak yang terkait adalah pihak yang mempunyai keterkaitan langsung atau tidak langsung dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia.

Kerjasama Internasional yang dilakukan PPATK dapat dilaksanakan dalam bentuk Kerjasama formal atau berdasarkan bantual timbal balik atau prinsip resiprositas.

Dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan TPPU , PPATK dapat melakukan Kerjasama pertukaran informasi berupa permintaan pemberian dan penerimaan informasi dengan pihak baik dalam lingkup nasional maupun internasional. 

Dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU dapat dilakukan Kerjasama timbal balik dalam masalah pidana dengan negara melalui forum bilateral atau multilateral sesuai dengan ketentuan peraturan perUUan.

Kerjasama bantuan timbal balik dapat dilaksanakan jika negara bermaksud telah mengadakan perjanjian Kerjasama bantuan timbal balik dengan NKRI atau berdasarkan prinsip resiprositas.

Untuk meningkatkan koordinasi antar Lembaga terkait dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dibentuk Komite Kordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Pembentukan Komite Kordinasi Nasional Pencegahan dengan Pemberantasan TPPU diatur dengan Peraturan Presiden.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama