Soroti Dugaan Korupsi Dana Desa, P-4 Desak KPK Usut Tuntas Kepala Desa di Kabupaten Pandeglang

MenaraToday.Com - Pandeglang : 

Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4) desak kejaksaan agung (Kejagung) dan komisi pemberantasan korupsi (KPK) segera mengusut tuntas dugaan Korupsi Dana Desa (DD) di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Pasalnya, Dana Desa Bukan dana Kepala Desa (Kades) dan bukan pula milik pejabat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pembagunan Desa (DPMPD).

Ketua P-4, Arief Wahyudin alias Arief Ekek, yang mengatakan, bahwa desa menjadi sektor dengan dugaan kasus korupsi terbanyak semenjak Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa disahkan.

"Kepala Desa setiap tahunnya ada saja yang masuk hotel prodeo gegara melakukan tindak pidana korupsi Dana Desa, di tahun 2022 saja kerugian negara mencapai Rp380 miliar kurang lebih, belum lagi dari kasus suap dan pungli. Ini kejahatan sangat luar biasa yang dilakukan para oknum pejabat Pemerintahan Desa," kata Arief Ekek. Jumat (31/1/2025).

Diketahui secara seksama, lanjut Ekek, sejak pemerintah menggelontorkan Dana Desa pada tahun 2015, tren kasus korupsi di Pemerintahan Desa meningkat. 

"Pada tahun 2016 pun, jumlah kasus korupsi di desa-desa sebanyak 17 kasus dengan 22 tersangka oknum Pemerintah Desa. Enam tahun kemudian, jumlah kasusnya pun melonjak drastis sampai 155 kasus dengan 252 tersangka," ujarnya.

Ekek mengungkap, terdapat lima titik celah yang biasa dimanfaatkan aparat desa untuk mengorupsi dana desa, diantaranya proses perencanaan, proses perencanaan pelaksanaan (nepotisme dan tidak transparansi.

"Yang berikutnya, di proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan dana desa (mark up, fiktif, dan tidak transparan), proses pertanggungjawaban (fiktif), dan dalam proses monitoring dan evaluasi (formalitas, administratif, dan telat deteksi korupsi)," jelasnya.

Ekek menyebut, modus-modus para oknum kepala desa dan perangkatnya itu salah satunya adalah korupsi yang terjadi di pemerintahan desa tak hanya karena alokasi Dana Desa yang besar tiap tahunnya, tapi juga tak diiringi nya prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan desa.

"Bukan hanya itu, Desa-desa pun luput dari perhatian media massa berskala nasional, afiliasi kepala desa dengan calon kepala daerah tertentu, serta minimnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat, ini yang sering menyebabkan kebocoran Dana Desa (Dikorupsi)," ungkap Ekek.

Ekek menuturkan, modus korupsi yang biasa dilakukan oleh pejabat desa, antara lain penggelembungan dana (mark up), modus yang satu ini biasanya terjadi pada pengadaan barang dan jasa.

"Yang kedua, dianggaran untuk urusan pribadi para oknum pejabat desa, ketiga, proyek fiktif, modus yang satu ini cukup menggema dan sangat populer, tidak hanya terjadi di desa, tapi di banyak sektor pun masih sering ditemui. Oknum aparat pemerintah atau perangkat desa pun membuat kegiatan ini, yang sebenarnya  tidak pernah ada, kemudian tidak sesuai volume kegiatan, banyak proyek fisik infrastruktur jalan mau pun gedung yang dibangun oleh pemerintah desa mau pun pemkab yang ditemui kekurangan volume," ungkapnya, dan yang terakhir adanya laporan palsu, Kepala desa wajib menyerahkan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada bupati tiap akhir tahun dan masa jabatan. Selain itu, kades juga pun harus membuat laporan tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) serta menyebarkan informasi pemerintahan desa secara tertulis kepada masyarakat setiap akhir tahun anggaran," ungkapnya.

Namun, sambungnya, laporan tersebut sering dimanipulasi, di antaranya melalui praktik pengurangan jumlah barang dari yang tercantum, mengubah kualitas barang menjadi lebih rendah, atau membuat pembelanjaan fiktif.

"Jadi, laporan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi pelaksanaan kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB)," terangnya.

Masih kata Ekek, Penggelapan, salah satu kasus korupsi Dana Desa dengan modus penggelapan seperti memalsukan tanda tangan bendahara. Dan ini sering terjadi di desa-desa.

"Ketika kita melihat di kabupaten pandeglang, barapa miliar Dana Desa yang dikorupsi oleh para oknum pejabat DPMPD dan Pejabat Desa. Salah satu contoh, anggaran untuk Pemasangan WiFi, anggaran untuk paralegal, anggaran BLT, anggaran pembinaan, anggaran BUMDes, anggaran ketahanan pangan seperti Kerbau dan Kambing, banyak Kepala Desa di Pandeglang mengaku bahwa Kerbau/Kambing Mati," tandasnya.

Maka dalam hal ini, tambah Ekek, P-4 meminta aparat penegak hukum dalam hal ini Kejagung dan KPK segera memeriksa Bupati Pandeglang periode 2016-2025, para mantan kepala DPMPD periode 2015-2025 dan para kepala desa se Kabupaten Pandeglang.

"Kami dari Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4) meminta Aparat Penegak Hukum (Kejagung) dan Lembaga Anti Rauah KPK, untuk segera memeriksa Bupati Pandeglang periode 2016-2025, Para Mantan Kepala DPMPD dari tahun 2015 sampai tahun 2025, dan para kepala desa se kabupaten Pandeglang yang sudah menjabat atau yang masih menjabat jadi kepala desa. Karena kami dari P-4 mencium Dana Desa semenjak UU desa nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa di sahkan dan dana desa diturunkan, banyak sekali dugaan korupsi Dana Desa yang dilakukan oknum Pejabat Pandeglang dan oknum Pejabat Desa," pungkasnya. (Ila)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama